Munas MUI Bahas Politik, Mau “Tembak” Jokowi? Gus Yaqut Sentil Keras!

angan pernah lupa bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini adalah LSM, lembaga swadaya masyarakat. Bukan lembaga pemerintah, bukan pula partai politik. Ok, MUI mengeluarkan berbagai fatwa, namun harusnya yang langsung berhubungan dengan soal-soal ibadah atau keyakinan. Nggak sampai lah ngurusin permainan PUBG atau soal mekanisme BPJS, apalagi ngurusin politik. MUI harusnya banyak berperan dalam menangani radikalisme yang banyak tersebar lewat para ustadz radikal atau paham khilafah yang jelas bertujuan mengganti dasar negara Pancasila. Tapi nyatanya? Sertifikasi halal pun ditaruh ke kulkas dan peralatan masak. Aneh-aneh aja. Pada akhir November nanti MUI akan menggelar Munas (Musyawarah Nasional). Rencananya MUI akan mengadakan pemilihan ketua umum baru untuk menggantikan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, untuk periode 2020 - 2025. Selain itu, MUI akan membahas sejumlah fatwa pada 3 bidang ini : masalah sosial budaya, ibadah dan ekonomi syariah. Dilansir cnnindonesia.com, Ketua Tim Materi Fatwa Munas MUI Asrorun Niam Sholeh (Niam) mengatakan ada sejumlah fatwa yang bakal dibahas, yakni tentang perencanaan haji belia dan dana talangan haji, pengawasan pengelolaan zakat dan zakat perusahaan, dan wakaf. Pembahasan fatwa disebut juga akan membicarakan terkait Covid-19, seperti tentang vaksin, penanggulangannya, rambu-rambu adaptasi kehidupan baru, pemanfaatan bagian tubuh manusia untuk menjadi bahan pengobatan. Ok, ini sepertinya masih cocok lah ya dibahas oleh MUI. Namun, pernyataan Niam selanjutnya bikin kaget. "Tiga bidang itu juga mencakup rencana fatwa termasuk periode masa bakti presiden, pilkada dan politik dinasti, serta paham komunisme," kata Niam Sumber. Ehh?? Ini LSM apa partai politik? Dijelaskan oleh Ketua Fatwa MUI Hasanuddin AF, bahwa mereka akan mengusulkan fatwa tentang masa jabatan presiden selama 7 - 8 tahun untuk satu periode dan tidak bisa dipilih lagi pada periode selanjutnya. Alasannya, potensi penyalahgunaan wewenang oleh calon presiden petahana sangat besar terjadi bila memutuskan untuk maju kembali pada periode selanjutnya. "Kadang-kadang potensi menggunakan kekuasaan, keuangan dan sebagainya. Itu mudaratnya ya," ujarnya. "Jadi calon yang baru nanti sama-sama setara. Baru. Tidak bertarung lawan petahana. Kan begitu. Itu mudaratnya enggak begitu banyak saya kira," katanya Sumber. Kalau soal komunisme, yang akan dibahas adalah bahayanya. "Komunisme sebagai sebuah paham yang menafikan dimensi Ketuhanan merupakan paham yang tertolak karena bertentangan dengan dasar negara dan tidak sejalan dengan norma agama," kata Niam Sumber. Saya kok kaya mendengar gaung dari cuitan-cuitan Tengku Zul yang suka aneh nyeleneh dan di luar batas nalar itu ya. Serta pendukung Orba. Ketika beberapa orang yang dianggap ahli dan punya ilmu pengetahuan lebih memilih untuk membahas paham komunisme ketimbang paham radikalisme, maka rasanya kita ditarik mundur ke tahun-tahun 60-an hingga 80-an. Ketika masa Perang Dingin masih berlangsung. Ketika negara Uni Soviet masih besar dan bersatu. Ketika tembok Berlin masih berdiri memisahkan Jerman Barat dan Jerman Timur. Membahas komunisme di jaman now itu buang-buang waktu. Emang negara mana yang masih saklek menjalankan paham komunisme selain Korea Utara? Tempat lahir paham itu saja di Rusia, sudah ditinggalkan. Rusia sudah jadi negara kapitalis, dan di sana setahu saya tidak ada larangan beribadah buat semua agama. Sama saja lah dengan di China. Emang di China ada gitu larangan percaya sama Tuhan dan beribadah? Masjid ada, gereja ada. Bahkan sekarang marak pula wisata halal kan? Itu satu, ya. Soal pilkada saya tidak tahu apa yang mau dibicarakan oleh MUI. Tapi ya sama saja, nggak relevan lah. Emang ada gitu bagian dari Pilkada yang berpotensi melemahkan kepercayaan umat Islam? Apalagi politik dinasti? Ini kok tendensius ya? Di jaman presiden Soeharto MUI pernah membahas politik dinasti? Jaman Orba itu sangat relevan buat membahas politik dinasti alias KKN. Buktinya ada di mana-mana. Sementara sekarang ini, kok saya mencium bau amis arahnya ke Presiden Jokowi ya? Karena majunya anaknya dan menantunya di Pilkada? Maksudnya apa nih MUI? Juga sekalian dengan pembahasan soal masa jabatan presiden. Alasannya kok juga tendensius ya? Seakan MUI ini partai oposisi yang sedang menyasar untuk memojokkan Presiden Jokowi? Wajar saja jika rencana fatwa ini mendapat kritik keras dari PKB dan Golkar. Ketua DPP Partai Golkas Zulfikar Arse Sadikin mengingatkan MUI bahwa soal jabatan presiden itu sudah diatur dalam UUD 1945. Sudah ada pula kontrol dari parlemen maupun publik agar kekuasan presiden tidak kebablasan Sumber. Dari PKB, sentilannya lebih keras lagi. Yang ngomong adalah Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB Yaqut Cholil Qoumas, atau Gus Yaqut. "Makin aneh saja MUI ini," kata Gus Yaqut. Dia meminta MUI berbicara sesuai tugas dan fungsinya. "Daripada bicara di luar domainnya, lebih baik MUI ini berpikir bagaimana caranya Islam sebagai agama tidak dipakai sebagai komoditas politik. (Lebih baik MUI memikirkan bagaimana caranya) membatasi ceramah-ceramah provokatif dan sebagainya," tutur Yaqut Sumber. Ya saya pasti setuju dengan sentilan keras Gus Yaqut dong. Radikalisme, provokasi umat, dan bahkan soal kawin kontrak di Puncak itu lebih cocok buat dijadikan pembahasan dan dikeluarkan fatwanya oleh MUI. Dari namanya saja kan sudah jelas, perkumpulan ulama yang membahas soal agama. Bukan Majelis Ulama Berpolitik. Kalau mau ngurusin politik, sekalian saja bikin partai. Sedangkan ormas-ormas Islam besar saja tidak mau terlibat dalam politik praktis. Ini kok MUI jadi mirip sama FPI atau PA 212? Atau memang sudah diarahkan begitu? Ya harus diingat lagi bahwa MUI hanyalah LSM. Sekian dulu dari kura-kura! Tulisan sebelumnya: Pendemo Yang Sekap/Aniaya Polisi, Ternyata Simpatisan KAMI! Modyarrr! Tulisan-tulisan saya yang lain bisa dibaca di sini : Ninanoor Credit foto : cnnindonesia.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kesabaraan pemuda batak sedang di uji ormas radikal, pemuda batak bersatu melawan perusak tatanan budaya batak.

Resmi!! Megawati Sudah Putuskan PDIP Dukung Ahok

Nasaruddin Umar : Ahok Jalankan Tugasnya Dengan Ajaran Islam, Namun Tidak Ada Aksi Bela Islam Yang Membelanya